Wednesday, February 29, 2012

Tangkapan Ikan Sidat Mulai Menurun

Hasil tangkapan ikan sidat sudah mulai menurun. Dr Hagi Yuli Sugeha, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkannya dalam wawancara usai presentasi hasil penelitian ikan sidat di Widya Graha LIPI, Jakarta, Rabu (15/6/11).
"Belakangan sudah mulai menurun hasil tangkapannya. Ukuran yang ditangkap juga sudah kecil-kecil," katanya. Menurutnya, penyebabnya adalah pola penangkapan memakai jebakan permanen sehingga tak satu pun ikan sidat yang bisa lolos dari jebakan.
Hagi juga mengungkapkan bahwa banyak nelayan masih menangkap juvenile sidat di muara sungai. "Di Danau Poso juga banyak yang menangkap sidat yang akan bertelur," kata Hagi. Hal ini adalah salah satu faktor yang membuat populasi ikan sidat bisa menyusut.

Menurut Hagi, sebenarnya ukuran konsumsi ikan sidat adalah 50 cm. Namun, ikan sidat dewasa biasanya sulit ditangkap. Hal ini mendorong masyarakat untuk tetap menangkap juvenile. Sementara, penangkapan ikan yang akan bertelur tetap dilakukan sebab telurnya pun bisa dimanfaatkan.
"Bagian tubuh ikan sidat itu semuanya bisa dimanfaatkan. Telurnya bisa untuk bikin caviar, lalu juvenile-nya bisa untuk sashimi, dewasanya untuk sushi dan tulangnya juga bisa dibuat keripik di Jepang," ungkap Hagi.

Menurut Hagi, sebenarnya sudah ada peraturan pemerintah pada tahun 2009 yang melarang ekspor sidat, terutama juvenile. Tapi, kenyataannya hal itu masih berlanjut. "Ini DKP dan pemerintah daerah juga harus bekerjasama mengawasi di lapangan," saran Hagi.

Pada masyarakat, ia menganjurkan untuk menangkap berdasarkan musim serta perbaikan alat penangkapan. "Sebenarnya bisa menggunakan seser, itu semacam sekop. Kalau dengan trap seperti sekarang kan tidak ada yang bisa lolos. Apalagi trap-nya permanen," jelasnya.
Ia mengakui, memang sulit melakukan pengaturan sebab masyarakat pun mencari penghasilan. Namun, ke depan ia berupaya untuk mengembangkan artificial reproduction. "Tapi untuk ini kita masih perlu paham dulu tentang sidat tropis ini. Jadi masih perlu penelitian," urainya.

Tertarik Budidaya Ikan Sidat
Ikan sidat adalah jenis ikan yang hidup di air tawar dan air laut. Ikan sidat biasa bereproduksi di laut sementara anakannya akan tumbuh di air tawar. Ikan ini merupakan salah satu komoditi penting sebab bisa diekspor dengan harga Rp 250 ribu per kilogram. Biasanya, jenis ikan ini diekspor ke China dan Jepang.

Sedikitnya 500 peserta yang berasal dari provinsi serta kabupaten dan kota, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta pelaku usaha di sektor pertanian mengikuti Pameran Pembangunan Pertanian Nasional 2011 di kompleks GOR Aji Imbut Tenggarong Seberang. Usai melakukan pembukaan Pameran Pembangunan Pertanian Nasional 2011 di GOR Aji Imbut Tengarong Seberang, Wakil Presiden Boediono berkesempatan meninjau stan-stan peserta pameran, termasuk stan Badan Penanaman Modal daerah (BPMD) Samarinda dan Dinas Perikanan dan Peternakan Samarinda untuk melihat budidaya Ikan Sidat (Anguilla spp).

Stan pameran Samarinda satu-satunya stan Kaltim yang dikunjungi Wakil Presiden (Wapres) RI Boediono seusai upacara pembukaan Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) XIII di stadion Aji Imbut Tenggarong, Sabtu (18/6) lalu. Hal ini sebagai bentuk apresiasi yang luar biasa dari Wapres sekaligus menjadi motivasi bagi jajaran Pemkot Samarinda. Apa yang membuat Wapres mampir di stan Samarinda? Tidak lain karena tertarik pada ikan sidat produksi Kelompok Tani Berambai Kelurahan Sempaja Utara yang menjadi salah satu komoditas andalan yang dipamerkan di stan Samarinda.

“Sidat yah. Ini potensial diekspor dan dijamin tidak rugi petani kita membudidayakannya. Apalagi kadar protein tinggi dan nilai jual juga tinggi,” ungkap Wapres singkat yang waktu itu didampingi Wakil Wali Kota Samarinda H Nusyirwan Ismail ketika mampir di stan Samarinda.
Wapres di stan ini terlihat cukup lama dan dari raut wajahnya tidak bisa disembunyikan ketertarikannya kepada budidaya ikan sidat. “Sepertinya Pak Wapres sangat tertarik dengan budidaya ikan sidat ini. Alhamdulillah, stan kita satu-satunya stan Kaltim yang dikunjungi Pak Wapres,” ungkap Nusyirwan kepada wartawan.

Nusyirwan menjelaskan, budidaya ikan sidat oleh Kelompok Tani Berambai dengan budidaya keramba jaring apung itu memanfaatkan kolam eks tambang batu bara PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ). Mantan kepala Disperindagkop Kaltim dan Asisten II Sekprov Kaltim ini menyebutkan ikan sidat memiliki kadar protein tinggi melebih ikan salmon, dengan pasar ekspor ke Jepang, Korsel dan China.

“Pasarnya sudah jelas, dan harganya juga tinggi mencapai Rp 180 ribu per kilogramnya,” urai Nusyirwan penuh semangat. Menurutnya, ikan sidat sangat berpotensi menjadi unggulan ikan budidaya ikan dari Samarinda, dimana saat ini sudah menghasilkan panen perdana 1,4 ton dengan dikelola 40 anggota kelompok tani di Berambai.

“Kebutuhan sidat di Jepang 100 ribu ton per tahun, sementara baru bisa memenuhi sendiri 20 ribu ton per tahun. Jadi masih ada 80 ribu ton/tahun impor kita. Ini baru di Jepang. Di Jepang saja harganya bisa mencapai Rp 500 ribu,” tandasnya.

Ikan Sidat merupakan komoditas khas yang hidup di perairan Sungai Mahakam dan saat ini telah dicoba untuk dikembangkan budidayanya oleh Dinas Perikanan dan Peternakan serta nelayan Kota Samarinda. Menurut Wapres Boediono, para pemangku kepentingan subsektor ini harus melakukan upaya yang baik dalam mengembangkan perikanan daerah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan ikan khas daerah seperti ikan Sidat. Apalagi, ternyata ikan jenis ini disukai masyarakat bahkan berpeluang untuk pasaran ekspor. Karena di berbagai negara ikan ini jadi makanan primadona yang harganya sangat mahal, diantaranya Macau, Taiwan, Jepang, China dan Amerika. Pameran ini berlangsung sepekan dalam rangka memeriahkan pelaksanaan Pekan Nasional (Penas) XIII Petani Nelayan 2011 di Desa Perjiwa Kecamatan Tenggaraong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara sejak 18-23 Juni 2011. Kegiatan ini sekaligus untuk menampilkan kegiatan-kegiatan unggulan ataupun industri kecil (usaha kecil menengah (UKM) yang dilakukan para pelaku usaha pertanian, khususnya petani dan dan nelayan yang tergabung dalam kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) di Indonesia.

(Sumber : www.sains.kompas.com, 17 Juni 2011; www.kaltimprov.go.id, 19 juni 2011; www. bappeda.samarinda.go.id, 21 juni 2011)