Budidaya ikan
sidat yang masih alami
membuat produksi dan ekspor ikan bernama latin anguilla itu tidak maksimal. Pasalnya, sebagian
ikan itu merupakan hasil tangkapan alam. Jadi, produksinya sangat bergantung
dengan musim. Itu sebabnya, tahun ini, ekspor ikan sidat bisa turun hingga
lebih dari 50%. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), selama
Januari-Agustus 2011, volume ekspor ikan sidat mencapai 1.400 ton. Jumlah ini
menurun 39,1% dari periode sama tahun 2010 yang mencapai 2.300 ton.
Nanang
Soengkono, Direktur Utama PT Fishindo Lintas Samudera mengatakan, penurunan
volume ekspor ikan sidat juga disebabkan oleh peningkatan ekspor benih ikan sidat atau glass eel. Berkurangnya
benih itu menyebabkan produksi ikan sidat di dalam negeri menurun.
"Berdasarkan SK Mentan No. 214/Kpts/ Um/V/1973 yang dikuatkan oleh Permen
Kelautan dan Perikanan No. 18/Men/2009, seharusnya, pengiriman benih sidat ke
luar negara ini dilarang," tutur Nanang.
Memang,
tak bisa dipungkiri, para peternak ikan sidat tergiur mengekspor bibit ikan ini
lantaran harganya menjulang di Jepang. Ambil contoh, satu kilogram (kg) bibit
sidat yang terdiri dari 6.000 ekor bisa dihargai antara Rp 70 juta-Rp 100 juta.
Yoyon
Priyono, Direktur CV Yonadara Sukses, menambahkan, selain faktor cuaca,
penurunan volume dan nilai ekspor ikan sidat juga disebabkan peralihan pasar.
"Jika tahun lalu orientasinya ekspor, kini pasar dalam negeri mulai
terbuka," katanya.
Yoyon
membandingkan, tahun lalu, persentase antara ekspor ikan sidat dengan penjualan
domestik sekitar 70:30. Namun kini, persentasenya berimbang menjadi 50:50.
Besarnya
penyerapan ikan sidat di dalam negeri, menurut Yoyon, disebabkan banyaknya
perusahaan pengolahan unagi asal
Jepang yang datang ke Indonesia. "Sudah ada empat perusahaan pengolahan
yang berburu ikan sidat ke sini," ujarnya.
Sebagai
catatan, tahun lalu, produksi ikan sidat Yonadara mencapai 13 ton. Tahun ini,
Yoyon memprediksi, produksi bisa meningkat dua kali lipat. Penurunan
nilai ekspor sidat sebetulnya patut disayangkan. Sebab, potensi pasar ikan
sidat di luar negeri sangat besar. Contohnya, banyak masyarakat Jepang hobi
menyantap sidat. Kebutuhan ikan ini di negeri itu mencapai 120.000 ton per
tahun.
Peluang
pasar yang begitu besar tersebut juga diakui oleh Direktur Pemasaran Luar
Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan, Saut Hutagalung. "Potensi
ekspor ikan sidat terutama ke Macau, Taiwan, Jepang, China, Hong Kong, Eropa,
dan Amerika," ujarnya beberapa waktu lalu.
Harga ikan
sidat pun lumayan menggiurkan. Jenis Anguilla bicolor misalnya,
dihargai Rp 60.000-Rp 70.000 per kg. Sedangkan Anguilla marmorata dibanderol
seharga Rp 100.000-Rp 120.000 per kg.
Nanang
mengatakan, selama ini, Fishindo Lintas mengekspor ikan sidat ke kawasan Asia
timur khususnya ke Jepang. Setiap tahun, permintaan ikan sidat dari Negeri
Sakura itu mencapai 600 ton. Namun, karena masih menggantungkan produksi pada
hasil tangkapan alam, Fishindo Lintas hanya mampu memenuhi 500 kg-1 ton ikan
sidat per bulan.
Demi
meningkatkan bisnis, Selain mengekspor ikan sidat dalam kondisi hidup, Fishindo
Lintas juga bekerjasama dengan perusahaan Jepang untuk melakukan pengiriman
dalam bentuk sidat olahan seperti kabayaki dan shirayaki.
"Sebab, jika langsung mengekspor sidat dalam bentuk hidup, risiko
kematiannya tinggi," terang Nanang.
Untuk meningkatkan
produksi ikan sidat, sebetulnya Indonesia bisa meniru China yang tergolong
lebih maju dalam pembudidayaan ikan sidat. Menurut Nanang, China sudah memiliki
delapan tempat budidaya unagi yang
terintegrasi, mulai dari pemeliharaan sampai ekspor.
Oleh Handoyo http://industri.kontan.co.id/news