Ikan sidat (anguilla)
santapan termahal di Jepang, hal ini juga diakui Manajer Lapangan
Stasiun Lapangan Kelautan- Institute Pertanian Bogor (SLK-IPB)
Cipatuguran, Palabuhanratu, Syarif Budiman saat ditemui di tempat
kerjanya, belum lama ini.Ia menjelaskan, SLK-IPB tengah melakukan
penelitian ikan sejenis belut ini untuk dikembangkan dan nantinya akan
diproduksi.
“Nantinya kalau pengembangan ikan ini
bagus, maka IPB dan pihak ketiga PT Jawa Suizan Indah akan
membangun pabrik khusus produksi ikan sidat untuk di ekspor ke Jepang,” bebernya. Evaluasi itu akan dilakukan pada 2014 mendatang. Karena lanjut dia, penelitian ini dikakukan setelah usia pengembangan selama 5 tahun. “Sekarang kita baru satu tahun. Dan ikan sidat yang paling besar paling berukuran 200 gram,”katanya.
membangun pabrik khusus produksi ikan sidat untuk di ekspor ke Jepang,” bebernya. Evaluasi itu akan dilakukan pada 2014 mendatang. Karena lanjut dia, penelitian ini dikakukan setelah usia pengembangan selama 5 tahun. “Sekarang kita baru satu tahun. Dan ikan sidat yang paling besar paling berukuran 200 gram,”katanya.
Ia juga menyebutkan, masih tingginya
kematian ikan sidat di kolam, itu dipengaruhi kebiasaan makan,
kebiasaan tinggal dan cuaca. Selain itu sidat juga merupakan ikan
kanibal yang memakan semasamanya yang lebih kecil,” katanya. Sedangkan
kebiasaan sidat, melahirkan dilaut, dan membesar bergerak kearah muara
dan menetap di Sungai. Begitu seterusnya. “Ikan ini juga saat bayi
semua jenisnya laki-laki. Dan kita juga belum tahu pada usia berapa
sidat berubah menjadi perempuan. yang baru kita tahu sidat perempuan
yang sudah sangat besar yang didalam perutnya ada telurnya,” katanya.
Semua itu masih dalam penelitian IPB.
Dan ia juga menyebutkan hingga usia satu tahun, kematian sidat di kolam
pengembangan masih mencapai 50 persen hingga 60 persen kematian. “Kita
membeli bayi sidat (impun) dengan harga Rp 500 ribu dari nelayan.
Sedangkan harga yang sudah besar Rp 60 ribu,” bebernya.
Sedangkan kebutuhan ikan itu kini
sudah menapai 300 ribu tonpertahun. Dan khusus Jepang dalam setahunnya
mereka membutuhkan 1.20 ton pertahun. jelas bisnis sidat ini sangat
menjanjikan. Meski demikian, ikan ini belum diperbolehkan diekspor ke
luar negeri sebelum mencapai berat minimal 200 gram. “Larangan itu
dikeluarkan oleh Dinas kelautan an Perikanan Provinsi Jawa barat,”
tukasnya.
(Sumber: Radarsukabumi.com)