Sunday, February 26, 2012

Laporan Hasil Studi Banding di Sentra Industri Belut Kota Hamatsu, Jepang

1. Latar Belakang
Belut atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah unagi, merupakan salah satu menu primadona yang dapat ditemukan di berbagai restoran dan hidangan sehari-hari. Dengan tingkat konsumsi senilai 130.000 ton per tahun dan nilai produksi dalam negeri sejumlah 24.000 ton (20%), ketergantungan terhadap produksi impor baik dalam bentuk jadi maupun mentah (hidup) tidak dapat dihindari. Tercatat Cina sebagai pengekspor terbesar dengan angka lebih dari 70%, disusul Taiwan, Korea, Eropa, dan negara lainnya. Belut juga diketahui memiliki jumlah protein yang lebih tinggi dan kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi ataupun unggas, yang dapat diperoleh dengan harga yang lebih rendah di Jepang. Belut juga terbukti kaya akan vitamin A, B12, dan E, serta kalsium dan asam lemak tak jenuh yang baik untuk kesehatan.

2. Tujuan Studi Banding
Dalam rangka memperoleh informasi yang mendetail tentang peluang ekspor belut dari Indonesia ke Jepang, KBRI Tokyo yang diwakili oleh Atase Perindustrian, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Working Group for Technology Transfer (WGTT) mengadakan studi banding ke Industri Kecil dan Menengah (IKM) di bidang pengolahan hasil perikanan khususnya industri belut di Kota Hamamatsu, Prefektur Shizuoka pada 28 Januari 2009.Secara lebih spesifik, manfaat yang diharapkan dari kunjungan ini adalah terkumpulnya informasi dari tangan pertama, yaitu dari pemilik atau karyawan IKM yang berupa:
1. Struktur dan jaringan produksi, pemasaran, serta relasi bisnis produk belut di Jepang pada umumnya dan Hamamatsu yang merupakan sentra industri belut pada khususnya;
2. Peranan dan fasilitasi perdagangan, khususnya dalam hal prosedur ekspor dari Indonesia;
3. Potensi kerjasama perdagangan dan/atau investasi;
4. Modernisasi peralatan industri

3. Pelaksanaan Studi Banding
Kunjungan dilakukan terhadap empat industri belut yang mencakup perusahaan dengan pengolahan secara tradisional (Daiwa Eel Co., Ltd. dan Unagi no Gotoh Corporation) dan secara modern (Koperasi Unagi Yougyou dan Shunkado Co., Ltd.), serta pertemuan ramah tamah dengan Walikota Hamamatsu, Yasutomo Suzuki.

4. Hasil dan Analisa Studi Banding
Hasil dan analisa kunjungan terhadap empat industri dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Daiwa Eel Co., Ltd. [1]
Perusahaan Daiwa Eel berspesialisasi pada pembesaran dan pengolahan belut secara tradisional. Perusahaan ini memiliki 24 karyawan dengan fokus usaha pada unagi kabayaki (belut bakar) (Gb 3). Teknis pembesaran benih belut menggunakan green house dengan suhu air terkontrol 30 derajat Celcius sepanjang tahun (Gb 1). Juga dilakukan penambahan oksigen dengan baling-baling yang diputar. Makanan untuk belut diberikan dua kali sehari, pagi dan sore, yang diperoleh dari pemasok, berupa bubuk ikan dan nutrisi lainnya. Perusahaan ini mencampurnya dengan air dan sejenis minyak khusus agar menjadi pasta. Makanan ditempatkan pada wadah khusus berukuran 1 x 2 meter. Air untuk pengolahan benih belut diperoleh dari air tanah, pada kedalaman 100 m atau lebih dengan bagian dasar tempat pengolahan dipadatkan atau dibuat permanen dengan semen. Panen belut dilakukan pada interval 6-12 bulan dengan perkiraan umur dan ukuran belut sudah mencukupi dan dagingnya cukup empuk. Sebelum dilakukan pengolahan, belut terlebih dahulu dipuasakan selama tujuh hari untuk membersihkan perut dan menghilangkan rasa amisnya dengan cara mengairinya secara terus-menerus (Gb 2). Pengolahan belut yang sudah dipanen dimulai dari pembelahan belut menjadi dua bagian, pengambilan duri, dan pemotongan kepala. Setelah dicuci dan dibakar sebanyak dua kali, belut diberi saus manis yang merupakan keistimewaan unagi kabayaki. Daiwa Eel memasarkan produknya ke pasar-pasar swalayan dengan menggunakan kemasan plastik polystyrene dan ditutup dengan plastik pembungkus. Produksi per hari mencapai 20 ribu ekor.
Gb 1. Tempat Pembesaran Belut Gb 2. Pengairan Secara Terus-menerusMenggunakan Green House untuk Menghilangkan Bau Amis
b. Unagi no Gotoh [2]
Berbeda dengan perusahaan sebelumnya, lokasi perusahaan ini berada di dekat Danau Hamanako dan Samudera Pasifik, sehingga kualitas air, kandungan garam, dan mineral-mineral lainnya sangat tepat untuk pembiakan belut. Tidak mengherankan apabila perusahaan mampu bertahan lebih dari 100 tahun karena dukungan lingkungan usaha yang cukup baik dan kemampuan menghasilkan belut yang berkualitas. Proses pembesaran benih belut sama dengan Daiwa Eel, yaitu dengan menggunakan green house. Produk belut dari Unagi no Gotoh adalah unagi shirayaki (belut bakar warna putih) yang menggunakan saus asin tidak berwarna (Gb 4). Hasil akhir pengolahan berupa belut berwarna putih kecokelatan. Pemasaran menggunakan sistem pesanan dan direct selling, sehingga jumlah produksi mengalami fluktuasi setiap harinya. Pesanan bukan hanya dari pihak supermarket/restoran, melainkan juga konsumen individu. Pengiriman dilakukan sendiri dengan mobil bak terbuka maupun melalui jasa kurir yang biayanya dibebankan kepada konsumen. Sedangkan pada sistem direct selling, penjualan lebih difokuskan pada konsumen individu. Dengan membuka dua gerai di lokasi pabrik dan supermarket, dan penjualan dengan internet, Unagi no Gotoh bisa menjangkau konsumen di seluruh Jepang.
Gb 3. Unagi Kabayaki                      Gb 4. Unagi Shirayaki
Gb 5. Bagan Proses Pengolahan Belut Secara Otomatisasi
c. Koperasi Unagi Yougyou [3] 
Atas prakarsa Pemerintah Daerah Hamamatsu yang merasa prihatin akan kondisi bisnis belut di daerahnya, dibentuklah koperasi yang saat ini beranggotakan empat perusahaan. Meskipun sampai saat ini Hamamatsu masih berposisi sebagai basis unagi di Jepang, produksinya kian menurun dari tahun ke tahun, dikarenakan relokasi di luar negeri atau impor belut siap saji dan bermunculannya pabrik belut di daerah-daerah Jepang lainnya. Berbeda dengan dua perusahaan sebelumnya, koperasi ini menggunakan peralatan yang modern. Pembakarannya dilakukan di atas conveyor dengan api dari bawah dan atas, sehingga proses pembalikan tidak diperlukan. Terdapat dua kali proses pembakaran yang diseling dengan satu kali proses pengukusan. Pengukusan ini bertujuan agar belut lebih kering. Waktu yang diperlukan adalah tujuh menit pembakaran dan lima menit pengukusan. Belut yang telah masak akan diolesi saus manis atau asin, lalu dikemas. Karena produksi yang berskala besar, semua produk langsung dibekukan pada suhu -30 derajat di conveyor dan langsung dikemas dalam kardus. Produk beku ini dapat tahan selama satu tahun apabila diletakkan di dalam pendingin bersuhu di bawah -18 derajat atau dua tahun apabila diletakkan dalam vacuum pack beku. Ternyata, hampir tidak ada bagian belut yang dibuang. Misalnya, bagian perut biasa digunakan untuk sup dengan nama kimosoup atau bisa juga dibakar. Tahap-tahap pengolahan belut digambarkan dalam bagan pada Gb 5 [3]. Perusahaan juga sangat menjaga sanitasi pabrik. Setiap orang harus mengenakan seragam khusus (agar debu atau kotoran lain tidak mudah melekat), penutup rambut, masker, sepatu bot, dan kaus tangan yang telah disterilkan (Gb 6). Di dalam pabrik pun sirkulasi udara sangat bagus dengan pembersihan terlebih dahulu terhadap udara yang akan masuk. Apabila terdapat produk yang dikategorikan cacat, perusahaan akan mencacah belut tersebut dan menjualnya dengan harga tertentu. Pada kesempatan makan siang, Koperasi Unagi Yougyou menghidangkan menu unagi kabayaki dan kimosoup. Direktur Utama Koperasi juga menjelaskan bahwa 30 tahun yang lalu mereka pernah melakukan impor belut dari Indonesia. Namun, jenis belut di Indonesia sedikit berbeda dengan Jepang ataupun negara Asia Timur lainnya sehingga kurang dapat diterima oleh masyarakat. Sebenarnya peluang ekspor dari Indonesia masih sangat terbuka apabila persyaratan importir dapat dipenuhi yang mencakup kualitas, rasa, bentuk, ketepatan waktu, dan harga. Pihak Jepang sama sekali tidak berkeberatan tentang alih teknologi dengan cara pengiriman tenaga ahli ke Indonesia atau penerimaan trainee untuk magang dalam jangka waktu tertentu di perusahaan belut. Harapannya, dari hubungan bisnis ini, hubungan baik antara kedua negara dapat semakin ditingkatkan.

Gb 6. Foto Bersama di Depan Koperasi Unagi Yougyou
c. Shunkado Co., Ltd.
Produk belut lain yang cukup diterima oleh masyarakat adalah unagi pie. Produk ini bahkan menjadi trademark Kota Hamamatsu dan menjadi salah satu jenis oleh-oleh yang paling digemari. Hampir sama dengan kue pai lainnya, unagi pie terbuat dari tepung terigu, telur, susu, gula, serbuk unagi, dll. Shunkado Co., Ltd. membuat empat jenis pilihan rasa yaitu, standar, mentega, madu, dan sake (minuman beralkohol Jepang). Shunkado selalu melakukan riset tentang berbagai kemungkinan pengembangan produk dari segi pilihan rasa, kualitas, bentuk, dan harga. Pemasaran produk menggunakan sistem direct selling. Produk-produk Shunkado hanya bisa ditemukan di toko dan sekaligus pabriknya. Dengan sistem ini, Shunkado tidak mengalami hambatan distribusi dan pemasaran yang cukup menyita perhatian dan biaya. Studi banding di Shunkado dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan tanpa reservasi. Para tamu akan diantar untuk melihat-lihat pabrik dan mendapat penjelasan dari pemandu. Pembuatan pai masih mempertahankan cara manual di tengah-tengah maraknya otomatisasi di dunia ini.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi Tepat Guna
Mengingat ketergantungan terhadap produk luar negeri yang begitu besar dan daya konsumsi masyarakat yang terus meningkat, peluang ekspor komoditas belut dari Indonesia ke Jepang masih sangat terbuka lebar. Ekspor bisa dilakukan dengan mengikuti tren yang ada ataupun memunculkan jenis pengolahan makanan yang baru, yang dapat penulis sebutkan di antaranya adalah belut kering, keripik belut, dan belut goreng. Laporan studi banding ini juga disampaikan dengan harapan dapat dijadikan bahan referensi dalam penyusunan kebijakan di sektor terkait dengan fokus pengembangan kerja sama investasi industri belut di dalam negeri.
6. Referensi

  1. Situs web Daiwa Eel Co., Ltd. http://www.daiwaeel.com, akses pada tanggal 31 Januari 2009
  2. Situs web Unagi no Gotoh Corporation http://www.unagi-gotoh.co.jp, akses pada tanggal 31 Januari 2009
  3. Situs web Koperasi Unagi Yougyou http://www.tokai.or.jp/maruhai/, akses pada tanggal 31 Januari 2009
  4. Situs web Shunkado Co., Ltd. http://www.shunkado.co.jp/, akses pada tanggal 31 Januari 2009
Ditulis oleh  Dodik Kurniawan, Wempi Saputra, Yusuf Arif Setiawan, Nelfa Desmira