Wednesday, December 26, 2012

Pembuatan Pelet Ikan dari Cacing Tanah


Cacing tanah merupakan hewan yang berpotensi menjadi bahan makanan. sumber protein tinggi. Budidaya cacing tanah relatif mudah, efisien dan murah, dimana untuk membudidayakan cacing ini hanya dibutuhkan suatu media berupa kompos (dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menguraikan sampah organik).

Sisa dan media ini selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman, karena penguraian sampah organik oleh cacing tanah banyak menghasilkan unsur hara yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Berkaitan dengan potensi cacing tanah sebagai bahan makanan sumber protein tinggi, pemanfaatannya sangat beragam seperti:
  • Untuk bahan campuran kosmetika.
  • Sebagai makanan suplemen kesehatan.
  • Bahan obat-obatan terutama yang menyangkut dengan antibiotik.
  • Sebagai pakan ternak.
Komposisi nutrisi Lumbricus rubelius adalah sebagai berikut:
  • Protein Kasar : 60 - 72%
  • Lemak : 7 - 10%
  • Abu : 8 - 10%
  • Energi :900 - 4100 kalori/gram.
Dengan memperhatikan komposisi nutrisinya, maka di dunia perikanan,cacing tanah ini berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan ransum makanan ikan

Seperti diketahui bahwa untuk pertumbuhan ikan, sangat ditentukan oleh kandungan protein dalam makanannya. Mengingat kandungan protein cacing yang cukup tinggi (lebih tinggi dari ikan dan daging) serta komposisi asam amino esensial yang lengkap sehingga, dapat diperkirakan bila cacing tanah ini dapat dimakan oleh ikan akan dapat memacu pertumbuhan dan menghasilkan ikan yang sehat serta tahan terhadap serangan penyakit

ALAT, BAHAN, DAN METODE
Peralatan yang digunakan adalah:
* Alat Penggiling Tepung
* Alat Penggiling Daging
* Baskom

Bahan:
a. Tepung Cacing : 41%
b. Telur ayam : 20%
c. Terigu : 14%
d. Dedak : 18 %
e. Kanji :1%

Untuk membuat tepung cacing, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
  1. Cacing segar dipisahkan dari medianya.
  2. Cacing segar ini di cuci/bilas dengan air bersih, lalu ditimbang.
  3. Cacing segar dijemur oleh panas matahari di atas seng dalam 24 jam (suhu udara 32 - 35 derajat celcius).
  4. Cacing yang sudah kering kemudian dibuat menjadi tepung dengan menggunakan penggiling tepung.
  5. Tepung cacing ditimbang dan siap untuk digunakan.
Untuk menjadikan pelet, bahan-bahan yang dipersiapkan adalah kuning telur ayam yang telah direbus, tepung kanji, terigu, dedak, tepung cacing, masing-masing ditimbang sesuai dengan analisis bahan.

Langkah-langkah pembuatan pelet ikan sebagai berikut :
  • Semua bahan dicampur dan diaduk menjadi satu.
  • Tambahkan air hangat secukupnya hingga adonan menjadi cukup kenyal. Penggunaan air harap diperhatikan seminim mungkin penggunaannya.
  • Setelah adonan terbentuk selanjutnya dicetak dengan mesin penggiling daging sehingga menghasilkan pelet basah yang panjangnya seperti mie.
  • Pelet basah tersebut dipotong per 0,5 cm membentuk butiran- butiran.
  • Setelah itu pelet dijemur di panas matahari seharian.
  • Kemudian pelet ditimbang dan siap digunakan
Untuk memperoleh pelet dengan kandungan protein 35%, maka susunan ransumnya adalah:
  • Tepung Cacing 47%
  • Telur Ayam 20%
  • Terigu 14%
  • Dedak 18%
  • Kanji 1%

Sumber: Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta, Brosur Informasi Proyek Peningkatan Diversifikasi Usaha Perikanan

Membuat Unagi Nigiri (Resep Ikan Sidat Masakan Jepang)


Unagi Nigiri
Resep Membuat Unagi Nigiri 

Bahan:
Nasi Sushi (sushi rice)
Ikan Sidat panggang (unagi-smoked eel)
Rumput laut kering (nori)
Wijen (sesame seeds)
Saus Kabayaki (kabayaki sauce)
1 knife
1 bowl of water

  1. Ikan Sidat (Unagi) dihidangkan hangat. Panaskan dalam panggangan microwave 1 menit.
  2. Untuk membentuk sushi, basahi tangan anda dengan air dalam mangkuk, untuk menghindari nasi melekat pada tangan anda.
  3. Ambil sebagian nasi dan bentuk memanjang, istilah nigiri artinya "dibentuk dengan tangan"
  4. Letakan sidat panggang (unagi) di atas nasi, dan ikat dengan rumput laut (nori) melintang ditengah potongan ikan,  lekatkan kedua ujung nori.
  5. Ulasi dengan saus kabayaki sauce, saus ini rasanya agak manis, dan taburi dengan wijen.
by: Ariya Hendrawan


Nutrisi Ikan Sidat


Nutrisi Ikan Sidat (klik pada gambar untuk memperbesar)

Nutrisi Ikan Sidat (klik pada gambar untuk memperbesar)






Tuesday, December 25, 2012

Potensi Ikan Sidat di Indonesia dan Upaya Peningkatan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat


Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan Indonesia termasuk yang terbesar di dunia. Namun, potensi tersebut masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu diantaranya adalah potensi ikan sidat. Ikan sidat atau Anguilla sp merupakan salah satu komoditas perikanan yang belum banyak dikenal orang. Padahal, hewan yang mirip dengan belut ini memiliki potensi luar biasa sebagai komoditas dalam negeri maupun ekspor. Saat ini, permintaan ekspor sidat terus meningkat. Harga jualnya juga mencengangkan. Ikan sidat merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar internasional (Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain), dengan demikian ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor tinggi. Selain memiliki pasar ekspor yang potensial, ikan sidat sendiri memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Hati ikan sidat memiliki 15.000 IU/100 gram kandungan vitamin A. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram. Dengan fakta seperti itu, maka membudidayakan ikan sidat selain mempunyai potensi pasar yang menjanjikan juga bisa memberikan jaminan gizi kepada orang yang mengkonsumsinya.

Di Indonesia paling sedikit memiliki enam jenis ikan sidat yakni: Anguilla mormorata, Anguilla celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla bicolor pacifica. Jenis-jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam. Di perairan daratan (inland water) ikan sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar (sungai, rawa dan danau) dataran rendah hingga dataran tinggi. Tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, akibat belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi ikan sidat. Selain untuk konsumsi, di Indonesia ikan sidat juga dibudidayakan untuk tujuan ekspor, salah satunya untuk memenuhi permintaan benih. Misalnya di Balai Pelayanan Usaha (BLU) Tambak Pandu, Karawang terdapat mitra kerja sama dari Jepang, yakni Asama Industry Co Ltd. mitra ini bekerja sama dengan PT Suri Taini Pemuka yang melakukan kerja sama untuk memproduksi ikan sidat. Ikan sidat yang sudah diproduksi tersebut bisa diekspor langsung ke Jepang karena sudah ada yang menampung.

Sampai saat ini, manusia belum bisa melakukan pemijahan terhadap benih ikan sidat tersebut. Pasalnya, ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam setelah benur lahir dan menjadi benih. Biasanya anakan sidat akan berenang ke muara sungai. Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian datang masa pemijahan lagi.Di Indonesia sendiri, sumberdaya benih cukup berlimpah. Menurut Kepala Bagian Budidaya di BLU Pandu Karawang, kini sudah ada yang mengomersialkan keberadaan benih ikan sidat, terutama nelayan yang ada di Pelabuhan Ratu. Mereka sudah mengetahui potensi pasar benih ikan sidat, yang satu kilogramnya atau sekitar 5.000 benih dijual seharga Rp 150.000 per kg. Pembelinya pun kebanyakan datang dari Taiwan, Korea, China, Vietnam, dan tentunya Jepang. Beberapa daerah yang sudah memiliki sebaran benih tersebut adalah perairan Poso, Manado, selatan Jawa terutama perairan Pelabuhan Ratu, dan perairan di barat Sumatera.
Namun, tidak semua daerah itu benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara untuk menangkapnya. Nelayan yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap benih sidat itu baru nelayan yang ada di Pelabuhan Ratu. Sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti keberadaan benih ikan sidat tersebut. Misalnya di Poso dan Manadi, benih ikan sidat tersebut dijadikan ikan yang digoreng dengan rempeyek. Ketika warga tidak mengetahuinya, ikan sidat itu menjadi ikan biasa seperti teri.

Benih ikan sidat yang bisa hidup di air tawar dan asin itu ternyata menjadi incaran pengusaha perikanan Jepang karena harganya yang terbilang mahal. Misalnya, ikan sidat jenis marmorata. Untuk membeli satu kilogramnya harus menyediakan uang setidaknya Rp 300.000. Namun, ada juga 5 jenis ikan sidat lainnya yang salah satunya dijual seharga Rp 150.000 per kg, yakni jenis bicolor. Benihnya banyak ditemukan di perairan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Ikan sidat terbilang cukup mahal karena proses perawatannya yang membutuhkan waktu lebih panjang, yakni 3-4 bulan. Adapun pakan utamanya adalah pelet dengan protein tinggi yang dijual seharga Rp 9.000 per kg. Selain itu, ikan juga butuh pakan tambahan berupa keong mas yang sudah dipotong-potong. Dalam perawatannya pun, suplai oksigen harus dijaga karena ikan sidat membutuhkan air dengan tingkat larutan oksigen tinggi. Adapun tingkat kehidupan rata-rata ikan sidat tersebut mencapai 75 persen dari bibit yang ditebar.

Masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan sidat di Indonesia adalah masalah daya saing yang ketat dengan negara produsen lainnya. Negara yang sudah mengembangkan budidaya ikan sidat ini adalah Vietnam dan Korea, demikian juga dengan Jepang sendiri. Anehnya, budidaya di dua negara tersebut mendapatkan benih ikan sidat dari Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memproteksi ekspor benih ikan sidat dengan alasan guna melindungi spesies dan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Namun penyelundupan benih sidat mampu lolos dari Indonesia.

Potensi sumberdaya ikan sidat yang cukup besar namun pemanfaatannya belum optimal sebenarnya mampu memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pemanfaatan sumberdaya ikan sidat adalah sebagai berukut :

1. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Ikan Sidat di Indonesia

Data tentang penyebaran dan potensi ikan sidat perlu dikumpulkan dan dianalisis. Pada saat ini data-data hasil penelitian tersebar di beberapa perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian serta lembaga lainnya. Apabila dihimpun, akan tampak di lokasi-lokasi mana saja yang masih harus dilakukan inventarisasi dan informasi apa saja yang masih harus dikumpulkan sehingga datanya dapat dipetakan. Kegiatan inventarisasi ini harus dilakukan hingga dihasilkannya suatu “peta distribusi dan potensi ikan sidat di Indonesia”. Melalui peta tersebut pengguna dapat mengetahui dengan mudah mengenai penyebaran jenis, kelimpahan dan stadia ikan sidat yang ada di perairan Indonesia.

2. Sosialisasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat Kepada Masyarakat

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengenal bentuk / rupa ikan sidat dan mencicipi rasanya. Agar ikan sidat dapat dikenal dan dapat diterima sebagai ikan konsumsi oleh masyarakat secara luas maka harus ada usaha-usaha penebaran ikan sidat di daerah-daerah yang secara alami tidak mungkin akan didapatkan ikan sidat. Benih ikan sidat yang ditebar di suatu perairan (sungai, rawa dan danau) akan tumbuh dan ketika suatu saat tertangkap oleh pemancing atau penangkap ikan, maka mereka akan berusaha untuk mengenalinya (mengenal / mengetahui nama jenisnya) dan akan mencoba untuk mengkonsumsinya. Melalui usaha ini, lambat laun masyarakat akan menerima ikan sidat sebagai ikan konsumsi. Apabila masyarakat telah mengenal dan menerima ikan sidat sebagai ikan konsumsi, selanjutnya diharapkan masyarakat akan membutuhkan ikan tersebut dan ikan ini menjadi komoditas yang diperjualbelikan di pasar lokal. Sejalan dengan usaha penebaran ikan sidat di perairan-perairan umum, dilakukan pula pengenalan produk-produk olahannya kepada masyarakat (misalnya: dendeng sidat, pepes, presto, sop, kobayaki, sidat asap dan lain-lain), baik melalui media masa elektronik maupun media masa cetak dan pameran-pameran.

Kegiatan ini membutuhkan waktu yang cukup lama (3 – 5 tahun), namun harus dilakukan bila ingin agar masyarakat mengenal, menyenangi dan membutuhkannya. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah meningkatkan permintaan masyarakat akan ikan sidat. Apabila permintaan ikan ini telah meningkat maka untuk memenuhinya otomatis akan memacu kegiatan penangkapan di tempat yang merupakan daerah penyebarannya dan juga akan memacu kegiatan budidayanya. Ikan sidat adalah ikan yang bersifat katadromos artinya ikan ini akan beruaya ke laut dalam ketika akan bereproduksi. Karena ikan ini tidak mungkin berkembangbiak di lokasi yang kita tebari, maka upaya penebaran ikan ini harus dilakukan secara berulang kali. Dalam hal kegiatan penebaran (stocking) ke perairan umum, perlu di awali dengan uji coba pada perairan yang luasnya terbatas (misalnya di situ) dan dikaji dampaknya terhadap populasi jenis ikan lain yang ada di perairan tersebut. Dari kajian ini diharapkan akan diperoleh informasi mengenai dampak (positif atau negatif) dari kegiatan stocking tersebut. Stocking benih ikan sidat ini nantinya diharapkan selain akan dikenali oleh masyarakat juga akan mampu meningkatkan produksi ikan sidat dari perairan umum sebagaimana yang telah dilakukan di Australia.

3. Pengembangan Teknik Penangkapan Ikan Sidat di Perairan Umum

Apabila ikan sidat telah dikenal dan dibutuhkan oleh masyarakat maka kegiatan penangkapan ikan sidat di perairan umum akan meningkat. Untuk mengarahkan agar kegiatan penangkapan ini tidak bersifat destruktif bahkan mengancam kelestariannya maka perlu diperkenalkan teknik penangkapan yang sederhana dan ramah lingkungan. Di samping itu juga perlu dipikirkan dari awal, upaya-upaya konservasi di lokasi-lokasi tertentu yang merupakan jalur ruaya reproduksi ikan tersebut sehingga proses recruitment ikan tersebut tidak terganggu.

4. Pengembangan Teknik Budidaya Ikan Sidat

Sejalan dengan upaya sosialisasi ikan sidat kepada masyarakat, upaya pengenalan teknik budidayanya pun perlu dilakukan. Teknik budidaya sidat yang perlu diperkenalkan kepada masyarakat (petani ikan) adalah teknik budidaya yang sederhana yang tidak membutuhkan banyak modal. Agar biaya produksi pada budidaya ikan sidat relatif rendah maka petani perlu diberi informasi yang memadai mengenai pakan sidat. Hal ini karena 50-60% dari biaya produksi berasal dari komponen pakan, sehingga apabila pakan sidat murah maka biaya produksi akan menjadi murah (rendah). Ikan sidat merupakan ikan karnivora murni yang membutuhkan pakan berupa hewan lain. Apabila ikan tersebut diberi pakan buatan maka kadar protein pakannya harus tinggi (> 45%) sehingga harga pakannya mahal, hal ini akan menyebabkan biaya produksi dalam budidaya sidat menjadi tinggi sehingga harga sidat bila di jual akan tinggi pula dan ini akan menghambat sosialisasi ikan sidat sebagai ikan konsumsi masyarakat. Untuk menyiasati agar biaya produksi rendah, maka petani harus dibiasakan untuk mulai menggunakan sumber-sumber protein yang saat ini melimpah namun tidak / belum dimanfaatkan secara maksimal, misalnya: keong mas, limbah pengolahan ikan dan ternak atau hewan lain yang dapat dibudidayakan secara sederhana dan murah (misalnya: bekicot, cacing tanah dan lain-lain). Pengembangan teknik budidaya sidat sederhana yang dilakukan oleh masyarakat (petani kecil) dengan skala usaha relatif kecil tetapi pelaksananya (jumlah petani yang terlibat) banyak diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan produksi ikan sidat yang cukup besar dengan harga yang relatif rendah sehingga terjangkau oleh masyarakat.

Bilamana petani-petani ikan sidat telah banyak jumlahnya dan produksi dari hasil budidayanya telah cukup tinggi dan stabil maka produksi yang tadinya untuk tujuan konsumsi lokal dapat dialihkan ke tujuan ekspor. Agar supaya mutu produk petani dan kontinuitas produksi lebih terjamin maka petani ikan perlu menghimpun diri dalam asosiasi-asosiasi yang mampu mandiri dan mampu mengembangkan usahanya ke arah yang lebih maju.

Bersamaan dengan pengembangan budidaya di masyarakat dan oleh masyarakat, lembaga penelitian dan perguruan tinggi harus melakukan penelitian-penelitian yang mengarah pada pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh petani pelaksana dan penciptaan teknologi yang lebih maju dengan tidak mengesampingkan aspek produktivitas dan efisiensi.

5. Pengembangan Teknik Pengolahan Produk Ikan Sidat

Untuk meningkatkan daya terima masyarakat akan ikan sidat dan nilai tambah ikan sidat itu sendiri, maka produk yang di jual ke konsumen seyogyanya bukan hanya dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk olahan. Oleh karena itu maka kajian-kajian tentang proses pengolahan ikan sidat perlu dikembangkan terutama produk olahan yang sangat diminati oleh konsumen lokal ataupun konsumen internasional.

Link   

Efektifitas Lendir Ikan Sidat dapat Menghambat Penyakit Tipes


Pernahkan anda menangkap ikan sidat? Kenapa Ikan sidat licin sekali ketika dipegang? Nah ternyata dikulit ikan sidat terdapat lendir yang sekaligus sebagai pelindung bagi sidat itu sendiri, lendir dalam tubuh ikan sidat akan berkurang karena sering disentuh, stress, atau terkena penyakit maka ketahan tubuh sidat akan menurun drastis.

Lendir pada ikan sidat sekarang mampu untuk dijadikan obat sebagai anti bakteri, dari berbagai penyakit ternyata Angka kejadian penyakit tipes di Indonesia rata-rata 900.000 kasus pertahun, angka kematian lebih dari 20.000 dimana 90% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun. Penyebaran penyakit ini diperantarai makanan atau air yang terkontaminasi oleh bakteri salmonella thypii. Telah dilakukan penelitian bahwa lendir atau mucus pada kulit ikan sidat dapat berfungsi sebagai antibakteri kuat (Ebran et al., 2000), pertahanan terhadap infeksi bakteri (Aranishi, 2000). 

Spesies ikan sidat (Anguilla bicolor pasifica) banyak terdapat di perairan payau yang berada di sekitar Samudra Hindia (di sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa). Kabupaten Cilacap memiliki wilayah perairan payau yang menjadi hutan bakau yaitu di Anakan. Penelitian ini dilakukan secara praklinik untuk mengetahui pengaruh lendir sidat terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri salmonella thypii.

Desain penelitian pada penelitian ini adalah eksperimen murni. Penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol. Penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol normal, kontrol positif,  dan kelompok uji dengan menggunakan lendir sidat. Pengamatan uji aktifitas lendir sidat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella Thypii diukur dengan cara pengukuran diameter zona penghambatan.

Kelompok   I      : media + bakteri diberi aquadest sebagai kontrol normal. Kelompok II    : media + bakteri  diberi obat antimikroba (kloramfenikol) sebagai  kontrol    positif. Kelompok III: media + bakteri diberi lendir sidat (Uji). Hasil percobaan menunjukkan bahwa penghambatan terbesar lendir sidat terhadap bakteri Salmonella thypii adalah 44,05% dan penghambatan terendah sebesar 34,67% dengan rata-rata penghambatan 41, 08% dibandingkan dengan penghambatan kontrol positif kloramfenikol. (sumber: STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap)

Link   

Friday, December 21, 2012

Aspek Penting Dalam Usaha Perikanan

Layaknya sebuah kegiatan usaha, di dalam usaha perikanan, baik itu perikanan budidaya, perikanan tangkap, perikanan air tawar maupun perikanan laut.

Semuanya mempunyai aspek penting yang layak untuk diketahui oleh mereka yang berminat untuk terjun ke dalam usaha ini.

Beberapa aspek penting tersebut adalah aspek pasar, manajemen produksi, sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA) dan modal. Kelima aspek ini mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

1. ASPEK PASAR 

Beberapa poin didalam aspek ini yang harus diketahui oleh para pelaku usaha perikanan dan calon pelaku usaha perikanan adalah gambaran yang jelas tentang volume permintaan, waktu permintaan dan sistem pemasaran.

Ketiga hal ini harus diperoleh dalam keadaan yang jelas, lengkap dan terprediksi dengan baik dikarenakan aspek pasar ini akan berpengaruh langsung terhadap manajemen produksi, kemampuan sumber daya manusia, daya dukung sumber daya alam dan sistem permodalan.

2. MANAJEMEN PRODUKSI

Setelah semua gambaran tentang aspek pasar diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah menciptakan manajemen produksi.

Hal ini penting untuk dilakukan supaya para pelaku dan calon pelaku usaha perikanan bisa mendapatkan senjata untuk menghadapi kondisi pasar kedepannya.

Beberapa komponen yang termasuk didalam manajemen produksi adalah skala usaha, teknologi yang akan digunakan dan penetapan sistem tebar panen.

3. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

SDM merupakan salah satu aspek penting dalam usaha perikanan, terutama terkait dengan penguasaan teknis dan manajerial usaha.

Seorang pelaku dan calon pelaku usaha perikanan harus memiliki kemampuan untuk menguasai manajemen produksi secara lengkap.

Berbagai jenis tindakan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan SDM diberbagai tingkatan harus selalu dilakukan agar performa puncak dapat segera tercapai.

Adapaun beberapa kemampuan dari SDM yang harus bisa ditingkatkan adalah produktivitas dan efisiensi kerja, kemampuan dalam hal berkomunikasi, kemampuan dalam hal kerja tim, kemampuan dalam hal memanfaatkan setiap peluang usaha serta pengembangan sikap dan mental yang lebih positif.

4. SUMBER DAYA ALAM (SDA)

Beberapa komponen yang tercakup didalam aspek SDA adalah masalah ketersediaan lahan dan air berstatus memenuhi syarat baik itu dlam hal kuantitas dan kualitas, stok ikan dilaut dan perairan umum, iklim, topografi lahan, dan sebagainya.

Tingkat kesesuaian SDA dapat dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu sangat sesuai, sesuai dan tidak sesuai. Salah satu perbedaan yang dapat diamati diantara ke 3 kategori ini adalah masalah besar kecilnya biaya investasi yang harus disiapkan.

Pada SDA dengan kategori sangat sesuai, biaya investasi yang harus dikeluarkan akan jauh lebih kecil daripada SDA dengan kategori sesuai atau tidak sesuai.

5. MODAL

Manajemen produksi yang diterapkan didalam sebuah usaha perikanan pada akhirnya nanti akan berdampak pada hal besar kecilnya modal yang harus disediakan.

Sistem permodalan harus disesuaikan dengan manajemen produksi yang akan diterapkan setelah memperhatikan juga aspek pasar, SDM dan SDA.

Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan modal adalah melalui berbagai macam lembaga keuangan maupun dari pihak investor.

Informasi singkat mengenai aspek – aspek penting didalam usaha perikanan ini disampaikan dengan harapan agar para pelaku dan calon pelaku usaha perikanan dapat lebih meminimalkan setiap resiko yang akan terjadi kedepannya.

Juga siap dalam menghadapi setiap kendala yang datang menghadang serta dapat menjadikan usaha perikanan sebagai usaha yang menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu lama dan tahan banting.

sumber: infoagrobisnis.com

Mari Banting Setir ke Pengolahan Sidat


Sidat (Anguilla spp.), atau belut, sejak abad ke 17 sudah dikenal sebagai makanan favorit orang Jepang dan China. Sidat terbukti sudah dikenal di Amerika pada era yang sama. Ini membuat orang Amerika harus meluruskan kembali sejarahnya. Ternyata tidak ada ayam kalkun dalam upacara pengucapan syukur kaum pilgrim (pemukim Inggris pertama di Amerika) pada awal abad 17 itu. Tapi belut terdaftar sebagai salah satu makanan utama yang diberkati pada Thanksgiving Day Amerika pada tahun-tahun permulaan kehidupan mereka di benua baru itu.  

Sidat dikonsumsi karena kandungan protein yang tinggi dan Omega-3-nya yang berkhasiat untuk kesehatan tubuh dan stamina. Orang Jepang percaya belut memberi daya tahan tubuh sepanjang tahun, terutama di musim dingin. Maka diresmikanlah Hari Unagi di sana. Di Amerika, adalah Indian yang membawa hantaran belut kepada orang-orang putih, meyakinkan mereka sebagai makanan penguat tubuh, lalu mengajarkan menangkap belut di lumpur sungai.

Dalam perkembangannya, sidat menjadi makanan mewah. Ia menjadi santapan untuk fine dining karena pasokannya berkurang. Di Indonesia sidat belum bisa dibudidayakan sejak pembenihan. Ketersediaan benihnya tergantung tangkapan. Kalau induknya berkurang karena pencemaran sungai atau perubahan iklim atau karena sekalian induknya ditangkap, suplai benih menyusut. Di Jepang dan China produksi benih anjlok 70%. Populasi belut di Eropa susut 95% dalam 20 tahun terakhir (koran the Guardian, 2009).

Perkembangan ini mencelikkan mata kita ke sidat di negeri kita, yang benihnya masih berlimpah. Sidat di perairan dan kawasan basah Indonesia memang belum banyak dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri ataupun kepentingan ekonomi. Asosiasi perusahaan-perusahaan sidat baru dibentuk empat bulan lalu. “Kita pemilik benih yang luar biasa banyaknya, tapi belum terkelola. Karena orang nggak tahu ini komoditas seksi,” ujar Prof. Dr. Martani Huseini, mantan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Komoditas unggulan kita ini membikin seorang pengusaha Jepang yang sudah 30 tahun menggeluti konstruksi dan engineering, banting setir ke pengolahan sidat. Kendati ada juga pengusaha yang nakal, tergiur disparitas harga yang melangit di pasar Jepang, mengekspor benihnya secara ilegal. Padahal ada kesempatan besar meraih devisa berlimpah dan berkelanjutan kalau kita mau membudidayakan pembesarannya. Dona Roy, pembudidaya sidat di Yogyakarta, melihat orang Jepang berani berinvestasi di Indonesia, bikin pendederan sampai ke pengolahan unagi kabayaki, pasti yakin prospeknya panjang, “Pasti perhitungan mereka di atas 5 tahun”.

Martani Huseini yang kini menjadi Ketua Asosiasi Budidaya Sidat Indonesia (Sibusido) meyakini peluang Indonesia dari hulu sampai hilir. Sebagai pemilik sumber benih terbesar, “Dunia akan melihat ke kita, karena di Jepang, di Eropa, dan negara lain itu hampir punah”. Maka Sibusido dan para pemangku kepentingan di bidang ini berkewajiban melindungi agar benih tidak diekspor tapi dibudidayakan di dalam negeri.  Bahkan ia menekankan aturan ini bukan sebatas pada benih, tapi juga induknya. Sustainability bukan hanya mengatur benihnya, tapi juga induknya.  Artinya, kalau tertangkap induknya, harus dilepas. Namun aturan itu belum ada, dan aturan bukan dibuat pemerintah pusat, melainkan pemerintah daerah.

Kita perlu merebut momentum dan bekerja bersungguh-sungguh. Konsumsi sidat yang mendunia dengan unagi kabayaki dan gulungan-gulungan sushi itu sumber pengadaannya, yakni benih tangkapannya yang alamiah di berbagai tempat di dunia sudah terkungkung masalah serius. Habitatnya terganggu perubahan iklim, pencemaran, penyakit, eksploitasi yang berlebih. Sementara permintaan terus naik. Stok alamiah yang menurun itu diusahakan pemenuhannya melalui budidaya. Sekitar 90% belut yang dikonsumsi di Amerika misalnya, adalah hasil budidaya di China, Jepang, dan Taiwan. Kini ketiganya melirik Indonesia untuk pasokannya.

Maka masalah dunia itu akan jadi masalah Indonesia. Kita bukan hanya diminta memenuhi pasokan konsumsinya. Namun dunia pun bisa sambil mewanti-wanti. Misalnya, belut budidaya bisa mengganggu ekosistem karena benihnya hasil tangkapan liar. Akan mengecilkan kesempatan reproduksi alamiah. Padahal populasi belut dunia memerlukan induk baru. Karena fasilitas budidayanya adalah kolam-kolam terbuka di kawasan basah atau rawa. Pembuangan limbahnya bisa menyerap ke sekitar dan mencemarkan lingkungan. Karena belut itu adalah karnivora yang butuh asupan ikan-ikan kecil (di samping pakan pabrikan). Populasi ikan setempat bisa terancam.  Karena binatang ini licin, lihai menyelinap keluar. Kawin campur bisa mengubah pola berkembangbiaknya belut setempat.  

Bagaimanapun, Sibusido sejak mula sudah menyadari hal ini. Karena kelestarian ekosistem, kesejahteraan pelaku, pembudidaya, dan pengolah adalah dasar dari pendiriannya.

Link

Budidaya Artemia

Artemia merupakan salah satu jenis zooplankton yang hidup diperairan asin yang dapat digunakan pada larva dan benih ikan air tawar, payau dan laut.

Dalam menetaskan cyst Artemia ada dua metoda yang dapat dilakukan yaitu metoda Dekapsulasi dan metoda tanpa Dekapsulasi. 

Metoda penetasan dengan dekapsulasi adalah suatu cara penetasan kista artemia dengan melakukan proses penghilangan lapisan luar kista dengan menggunakan larutan hipokhlorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. 

 Sedangkan metoda penetasan tanpa dekapsulasi adalah suatu cara penetasan artemia tanpa melakukan proses penghilangan lapisan luar kista tetapi secara langsung ditetaskan dalam wadah penetasan.

Prosedur yang harus dilakukan dalam menetaskan cyst artemia dengan metode Dekapsulasi adalah :

Ambil kista artemia sejumlah yang telah ditentukan dan harus diketahui bobotnya, kemudian kista tersebut dimasukkan kedalam wadah yang berbentuk kerucut dan dilakukan hidrasi selama 1 – 2 jam dengan menggunakan air tawar atau air laut dengan salinitas maksimum 35 permil serta diberi aerasi dari dasar wadah .

Dilakukan penghentian aerasi sebelum kista tersebut disaring dengan menggunakan saringan kasa yang berdiameter 120 mikron , kemudian kista tersebut dicuci dengan air bersih.

Larutan hipoklorit yaitu larutan yang mengandung HClO disiapkan yang akan digunakan untuk melakukan proses penghilangan lapisan luar kista. 

Larutan hipoklorit yang digunakan dapat diperoleh dari dua macam senyawa yang banyak dijual dipasaran yaitu Natrium hipoklorit (Na O Cl) dengan dosis 10 cc Na O Cl untuk satu gram kista dan Kalsium hipoklorit (Ca (Ocl)2 dengan dosis 0,67 gram untuk satu gram kista . 

Dari kedua senyawa larutan hipoklorit ini kalsium hipoklorit lebih mudah didapat dan harganya relatif lebih murah daripada natrium hipoklorit. 

Dalam dunia perdagangan dan bahasa sehari-hari kalsium hipoklorit dikenal sebagai kaporit (berupa bubuk), sedangkan natrium hipoklorit dijual berupa cairan dan dikenal sebagai klorin.

Kista yang telah disaring dengan saringan kasa dimasukkan kedalam media larutan hipoklorit dan diaduk secara manual serta diaerasi secara kuat-kuat, suhu dipertahankan dibawah 40 oC.

Proses penghilangan lapisan luar kista dilakukan selama 5 – 15 menit yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna kista dari coklat gelap menjadi abu-abu kemudian orange.

 Kista disaring dengan menggunakan saringan 120 mikron dan dilakukan pencucian kista dengan menggunakan air laut secara berulang-ulang sampai bau klorin itu hilang.

Kista artemia tersebut dicelupkan kedalam larutan HCl 0,1 N sebanyak dua kali dan dicuci dengan air bersih minimal 6 kali dan siap untuk ditetaskan dengan menggunakan larutan penetasan. Proses penetasan yang dilakukan sama dengan proses penetasan tanpa dekapsulasi.

Prosedur yang dilakukan dalam menetaskan cyst artemia dengan metoda tanpa dekapsulasi adalah :

Cyst/kista yang akan ditetaskan ditimbang sesuai dengan dosis yang digunakan misalnya 5 gram kista per liter air media penetasan.

Wadah dan media penetasan disiapkan sesuai persyaratan teknis.
Cyst/kista artemia dimasukkan kedalam media penetasan yangdiberi aerasi dengan kecepatan 10 – 20 liter udara/menit, suhu dipertahankan 25 – 30 oC dan pH sekitar 8 – 9.

Media penetasan diberi sinar yang berasal dari lampu TL dengan intensitas cahaya minimal 1.000 lux . Intensitas cahaya tersebut dapat diperoleh dari lampu TL /neon 60 watt sebanyak dua buah dengan jarak penyinaran dari lampu kewadah penetasan adalah 20 cm. Penetasan cyst artemia akan berlangsung selama 24–48 jam kemudian.

Pemilihan metoda penetasan cyst artemia sangat bergantung kepada jenis artemia yang digunakan dan spesifikasi dari jenis artemia tersebut. Artemia yang ditetaskan dari hasil dekapsulasi dapat langsung diberikan pada benih ikan atau ditetaskan terlebih dahulu baru diberikan kepada benih ikan.

Wadah penetasan cyst Artemia
Peralatan dan wadah yang dapat digunakan dalam mengkultur pakan alami Artemia ada beberapa macam. Jenis-jenis wadah yang dapat digunakan antara lain adalah kantong plastik berbentuk kerucut, botol aqua , ember plastik dan bentuk wadah lainnya yang didesain
berbentuk kerucut pada bagian bawahnya agar memudahkan pada waktu panen. 

Sedangkan peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan budidaya Artemia antara lain adalah aerator/blower, selang aerasi, batu aerasi, selang air, timbangan, saringan halus/seser, ember,gayung, gelas ukur kaca, refraktometer.

Pemilihan wadah yang akan digunakan dalam membudidayakan Artemia sangat bergantung kepada tujuannya. Wadah yang terbuat dari bak semen, bak beton, bak fiber dan tanki plastik biasanya digunakan untuk menetaskan cyst Artemia secara massal dan merupakan budidaya artemia secara selektif yaitu membudidayakan pakan alami ditempat terpisah dari ikan yang akan mengkonsumsi pakan alami. Sedangkan wadah budidaya kolam tanah yaitu tambak biasanya dilakukan untuk membudidayakan artemia. Oleh karena itu ukuran dari wadah yang akan digunakan sangat menentukan kapasitas produksi dari pakan alami Artemia.

Setelah berbagai macam peralatan dan wadah yang digunakan dalam membudidayakan pakan alami Artemia diidentifikasi dan dijelaskan fungsi dan cara kerjanya, langkah selanjutnya adalah melakukan persiapan terhadap wadah tersebut. Langkah pertama adalah peralatan dan wadah yang akan digunakan ditentukan sesuai dengan skala produksi dan kebutuhan. Peralatan dan wadah disiapkan untuk digunakan dalam budidaya Artemia. Wadah yang akan digunakan dibersihkan dengan menggunakan sikat dan diberikan desinfektan untuk menghindari terjadinya kontaminasi dengan mikroorganisme yang lain. Wadah yang telah dibersihkan selanjutnya dapat diari dengan air bersih.

Wadah budidaya yang telah diairi dapat digunakan untuk memelihara Artemia. Air yang dimasukkan kedalam wadah budidaya harus bebas dari kontaminan seperti pestisida, deterjen dan chlor. Air yang digunakan sebaiknya diberi oksigen dengan menggunakan aerator dan batu aerasi yang disambungkan dengan selang aerasi. Aerasi ini dapat digunakan pula untuk menetralkan chlor atau menghilangkan Carbondioksida didalam air.

Media penetasan cyst Artemia
Langkah kerja dalam menyiapkan wadah budidaya Artemia adalah sebagai berikut :
  • Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan sebutkan fungsi dan cara kerja peralatan tersebut!
  • Tentukan wadah yang akan digunakan untuk menetaskan Artemia !
  • Bersihkan wadah dengan menggunakan sikat dan disiram dengan air bersih, kemudian lakukan pensucihamaan wadah dengan menggunkan desinfektan sesuai dengan dosisnya.
  • Bilaslah wadah yang telah dibersihkan dengan menggunakan air bersih.
  • Pasanglah peralatan aerasi dengan merangkaikan antara aerator, selang aerasi dan batu aerasi, masukkan kedalam wadah budidaya. Ceklah keberfungsian peralatan tersebut dengan memasukkan kedalam arus listrik.Buatlah larutan garam untuk media penetasan cyst artemia dengan cara melarutkan garam dapur (NaCl) kedalam air tawar dengan dosis 35 gram perliter air tawar.
  • Ukurlah salinitas media penetasan dengan menggunakan alat refraktometer, catat. Jika salinitas media tidak sesuai dengan yang diinginkan tambahkan garam atau air tawar kedalam media sampai diperoleh salinitas media sesuai kebutuhan.
Inokulasi Artemia
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum melakukan inokulasi bibit pakan alami kedalam media kultur yaitu pertama melakukan identifikasi jenis bibit pakan alami Artemia, kedua melakukan seleksi terhadap bibit pakan alami Artemia, ketiga melakukan inokulasi bibit pakan alami sesuai dengan prosedur.

Morfologi Artemia dapat dilihat secara langsung dibawah mikroskop, ciri khas nya yang sangat mudah untuk dikenali setelah siste artemia menetas adalah berubah menjadi nauplius. Dalam perkembangannya mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis) , setiap kali perubahan bentuk merupakan tahapan suatu tingkatan yaitu instar I – instar XV, setelah itu menjadi artemia dewasa.

Tubuh Artemia dewasa mempunyai ukuran 1 – 2 cm dengan sepasang kaki majemuk dan 11 pasang thoracopoda. Setiap thoracopoda mempunyai eksopodit, endopodit dan epipodite yang masing-masing berfungsi sebagai alat pengumpul pakan, alat berenang dan alat pernafasan.

Proses penetasan dengan menggunakan metoda dekapsulasi, cyst artemia pada tahap awal dilakukan perendaman dengan air tawar selama satu jam yang berfungsi untuk meningkatkan kadar air pada cyst artemia dan cyst artemia tersebut akan menggembung karena air masuk kedalam cyst, Cyst yang menggembung akan mulai terjadi proses metabolisme. Setelah satu jam direndam dan cyst sudah mengandung kadar air kurang lebih 65% maka cyst artemia tersebut disaring dengan menggunakan kain saringan 120 mikron serta dicuci dengan air tawar atau air laut sampai bersih. Kemudian dimasukkan kedalam larutan hipoklorit yang telah disiapkan lengkap dengan aerasinya. Proses dekapsulasi berlangsung selama 10-15 menit. Proses dekapsulasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna siste dari coklat menjadi abu-abu dan akhirnya berwarna jingga serta air didalam wadah-mengandung-buih-atau-busa.
Setelah proses dekapsulasi selesai siste yang sudah tidak bercangkang diambil dengan alat penyedot dan disaring dengan menggunakan alat penyaring dari kasa kawat baja tahan karat (stainless steel) dengan ukuran mata 120-150 mikron. Proses pencucian dilakukan dengan menggunakan air tawar atau air laut sampai bau chlorine hilang. Siste yang sudah tidak bercangkang tersebut masih berupa siste yang telanjang belum menetas karena masih diselimuti oleh selaput embrio yang tipis. Oleh karena itu masih harus dilakukan penetasan dengan menggunakan-air-laut-yang-bersalinitas-5-35-permil.
Proses penetasan cyst artemia dengan metoda dekapsulasi selanjutnya adalah melarutkan siste tersebut dengan larutan garam bersalinitas antara 5 permil sampai dengan 35 permil. Waktu yang dibutuhkan sampai siste tersebut menetas menjadi nauplius dibutuhkan waktu sekitar 24 - 48 jam.

Proses penetasan cyst/siste artemia dengan metoda tanpa dekapsulasi dilakukan dengan cara siste yang akan ditetaskan ditimbang sesuai dengan dosis yang digunakan misalnya 5 gram siste per liter air media penetasan. Kemudian wadah dan media penetasan disiapkan sesuai persyaratan teknis yang telah ditentukan, siste artemia dimasukkan kedalam media penetasan yang diberi aerasi dengan kecepatan 10 – 20 liter udara/menit, suhu dipertahankan 25 – 30 oC dan pH sekitar 8 – 9. Media penetasan diberi sinar yang berasal dari lampu TL dengan intensitas cahaya minimal 1.000 lux. Intensitas cahaya tersebut dapat diperoleh dari lampu TL/neon 60 watt sebanyak dua buah dengan jarak penyinaran dari lampu kewadah penetasan adalah 20 cm. Penetasan cyst artemia akan berlangsung-selama-24-48-jam-kemudian.

Pakan alami artemia yang telah ditetaskankan di media penetasan bertujuan untuk diberikan kepada larva/benih yang dipelihara. Kebutuhan larva/benih ikan akan pakan alami Artemia selama pemeliharaan adalah setiap hari. Oleh karena itu waktu pemanenan pakan alami itu sangat bergantung kepada kebutuhan larva/benih akan pakan alami Artemia. Pemanenan pakan alami Artemia ini dapat dilakukan setiap hari atau seminggu sekali atau dua minggu sekali. Hal tersebut bergantung kepada kebutuhan suatu usaha terhadap ketersediaan pakan alami Artemia.

Pemanenan pakan alami Artemia yang dilakukan setiap hari biasanya jumlah yang dipanen adalah kurang dari 20%. Pemanenan Artemia dapat juga dilakukan seminggu sekali atau dua minggu sekali sangat bergantung kepada ukuran Artemia yang akan diberikan kepada larva/benih ikan. Cyst artemia yang baru menetas mempunyai ukuran antara 200-350 mikrometer (0,2-0,35 mm) dan disebut nauplius. 

Duapuluh empat jam setelah menetas nauplius artemia ini akan mulai tumbuh organ pencernaannya, oleh karena itu pada masa tersebut artemia sudah mulai makan dengan adanya makanan didalam media penetasan artemia akan tumbuh dan berkembang. 

Artemia menjadi dewasa pada umur empatbelas hari dan akan beranak setiap empat sampai lima hari sekali. Jadi waktu panen artemia sangat ditentukan oleh ukuran besar mulut larva yang akan mengkonsumsinya dengan ukuran artemia yang akan ditetaskan. 

Jika didalam media penetasan tidak terdapat sumber makanan bagi artemia maka artemia tidak akan tumbuh dan berkembang melainkan akan mati secara perlahan-lahan karena kekurangan energi. Pada beberapa usaha pembenihan biasanya hanya dilakukan penetasan cyst artemia tanpa melakukan pemeliharaan terhadap-cyst-yang-telah-ditetaskan.

Setelah cyst artemia menetas 24-48 jam setelah ditetaskan maka akan dilakukan pemanenan cyst artemia dengan cara sebagai berikut :
  • Lepaskan aerasi yang ada didalam wadah penetasan.
  • Lakukan penutupan wadah penetasan pada bagian atas dengan menggunakan plastik hitam agar artemia yang menetas akan berkumpul pada bagian bawah wadah penetasan. Artemia mempunyai sifat fototaksis positif yang akan bergerak menuju sumber cahaya.
  • Diamkan beberapa lama (kurang lebih 15-30 menit) sampai seluruh cyst yang telah menetas berkumpul didasar wadah.
  • Lakukan penyedotan dengan selang untuk mengambil artemia yang telah menetas dan ditampung dengan kain saringan yang diletakkan didalam wadah penampungan.
  • Bersihkan artemia yang telah dipanen dengan menggunakan air tawar yang bersih dan siap untuk diberikan kepada larva/benih ikan konsumsi/ikan hias.

Cara Budidaya Cacing Tanah

Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.

Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus. 

Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. 

Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain. 

Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung. 

Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius. 

Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak bergerak

MANFAAT
Dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga cacing tanah dapat digunakan sebagai:
1. Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok.
2. Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
3. Bahan Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.
4. Makanan Manusia
Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.

PERSYARATAN LOKASI
  1. Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
  2. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya.
  3. Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.
  4. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30 %.
  5. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar 15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.
  6. Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat. Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka). Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing berjajar..

2. Pembibitan
Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.

Pemilihan Bibit Calon Induk
Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.

Pemeliharaan Bibit Calon Induk
Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:
  1. pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
  2. pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.
  3. pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
  4. pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.
  5. Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.
3. Sistem Pemuliabiakan
Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).

4. Reproduksi, Perkawinan
Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur. 

Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.

3. Pemeliharaan
1. Pemberian Pakan
Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. 

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain :
  • Pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender.
  • Bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
  • Pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.
  • Pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.
  • Bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.

2. Penggantian Media
Media yang sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur (kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.

3. Proses Kelahiran
Bahan untuk media pembuatan sarang adalah: kotoran hewan, dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu. Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap basah.

HAMA DAN PENYAKIT
Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain. Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup.

PANEN
Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya. Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen.