Sidat dengan daur hidup yang khas telah terbukti rawan terhadap penangkapan berlebihan. Permintaan pasar yang meningkat terus-menerus, menyebabkan populasi sidat di dunia diduga telah mengalami gejala overfishing, baik fase dewasa maupun benih. Walaupun budidaya full-cycle belum berhasil, teknologi budidaya bersifat pembesaran telah dikembangkan di beberapa negara maju. Budidaya di negara maju, salah satunya Jepang, menggunakan teknologi relatif tinggi serta keahlian teknis yang tinggi.
Mengacu dari kondisi demikian, beberapa waktu lalu Wakil Gubernur Sulawesi tengah, H. Sudarto, SH., M. Hum melakukan kunjungan kerja pada industri pembesaran dan pengolahan Sidat di Pelabuhan Ratu, Sukabumi Jawa Barat. Terlihat turut mendampingi, akademisi dari Untad dan STPL Palu, Kadis Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah, Kab. Poso, Kab. Parigi Moutong, Kab. Sigi serta sejumlah kepala bidang yang menangani penangkapan dan budidaya.
PT. Jawa Suisani Indah, perusahan yang berafiliasi dengan teknologi Jepang, merupakan perusahaan integrated yang melakukan pembesaran, pengolahan sekaligus ekspor dengan tujuan utama Jepang. Didampingi Mr. Ishitani selaku pemilik perusahaan, Wagub Sudarto berjalan kaki mengitari lokasi yang hanya berkisar 2 Ha tersebut. Di sela Ishitani menjelaskan bahwa budidaya sidat tidaklah sulit, namun memerlukan kesabaran ekstra mengingat masa budidaya dari benih 0,17 hingga 250-300 gram memerlukan waktu berkisar 14 bulan. Masih kata Ishitani, ini bisa dieliminir dengan segmentasi 0,17 s/d 4 gram, 4 s/d 10 gram dan pembesaran 10 s/d 250 gram. Diakuinya, kunci dari kesemuanya adalah manajemen kualitas air dan nutrisi. “Kita tidak kuatir, disini air masih bagus, dan pakannya hanya dari daging ikan lemuru” ungkapnya. Pasar juga bagus, contohnya, satu pembeli saya di Jepang minta 2.000 ton/tahun hasil olahan, namun saya baru bisa pasok 150 ton/tahun. Ishitani berharap dapat bekerja sama dengan Sulawesi Tengah untuk memperluas kapasitas produksinya. “Berapapun produksi Sidat Sulteng nanti akan saya ambil, kalau perlu kita tanda tangan kontrak” tantang Ishitani. Ishitani pun mengaku siap jika harus untuk berinvestasi di Sulawesi Tengah.
Wagub Sudarto, di sela-sela audiensi antara dengan jajaran manajemen PT. Jawa Suisani Indah dan rombongannya mengatakan sangat tertarik dengan budidaya Sidat. Diakuinya, Sulteng merupakan salah satu penghasil benih alam Sidat terbesar nasional, namun ironisnya budidaya Sidat belum berkembang dengan baik. “Saya minta Kadis Kelautan bersama jajarannya bisa menginisiasi berdirinya Industri Sidat di Sulawesi Tengah” ungkap Sudarto. Kemudian dikatakan, jika masyarakat dilatih melakukan budidaya pada segmen 0,17 s/d 4 gram dan 4 s/d 10 gram, ini akan banyak menyerap tenaga kerja. Kadis Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah, Hasanuddin Atjo, mengatakan pihaknya tengah menyusun Masterplan Pengembangan Sidat di Sulawesi Tengah yang akan menggabungkan antara Capital Insentive dan Labor Insentive, atau integrasi antara perusahaan dan pemberdayaan masyarakat.
PT. Jawa Suisani Indah memproduksi 2 produk olahan yaitu Sirayaki, olahan tanpa bumbu serta Kabayashi yang menggunakan bumbu. Proses pembakaran sudah higienis karena menggunakan teknologi canggih, namun bisa diproduksi di tanah air. Proses pembakaran masing-masing produk adalah 4 kali hingga matang, untuk menjaga kualitas tekstur dan rasa.
Diakhir kunjungan Ishitani, pria berusia 79 tahun yang tetap energik ini menyajikan Sidat hasil olahan untuk dicoba oleh rombongan Wagub. Dikatakan oleh Ishitani, Sidat mempunyai banyak khasiat terutama untuk menjaga kesehatan dan vitalitas tubuh. Eddy, salah seorang peserta yang sempat menkonsumsi hasil olahan mengamini ucapan Ishitani. Dikatakannya, walaupun perjalanan Jakarta – Sukabumi bolak-balik yang berkisar 10 jam, diakuinya dirinya tidak merasa lelah dan tetap bisa beraktifitas dengan baik. “Mungkin ini rahasianya Ishitani, hingga tetap sehat dan energik di usia yang hampir 80 tahun” kata Eddy. (SE)
sumber: http://dkp.sulteng.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=618&Itemid=64