Thursday, October 25, 2012

Sidat Besar di Hapa


Ini yang dilakukan Budi Setiawan untuk membesarkan 18 kg bibit sidat 50 - 60 g/ekor.
Peternak di Salabintana, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, itu memakai 12 hapa -
masing-masing berukuran 2 m x 1 m, terbuat dari waring - di kolam seluas 30 m2.
Dengan tingkat kelulusan hidup 80 - 90%, selang 6 bulan Budi memanen 30 kuintal sidat
isi 3 - 5 ekor/kg.

Teknik pembesaran sidat yang dilakukan Budi itu tergolong baru. Sampai kurun 1980 -
1990 sidat-sidat dibesarkan dalam bak-bak fiber memakai teknologi Aquaplan
Resirculation System dan Peter Hermes. Teknologi di ruang tertutup itu mengadopsi cara
pembesaran peternak sidat di eropa. Bibit yang ditebar adalah sidat eropa Anguilla
anguilla.

Sayang, aplikasi teknologi Eropa gagal. Besar kemungkinan karena teknologi itu tidak
sepenuhnya diterapkan. Terutama pada sistem resirkulasi yang berperan menjaga kualitas
air. Selain itu pemakaian bibit impor membutuhkan adaptasi lebih lama. Sebab itu pula
perkembangan budidaya sidat di tanahair lama vakum.

Titik terang
Pembesaran sidat mulai dilirik lagi pada 2000-an. Berbagai hasil penelitian teknik
budidaya sidat dari lembaga-lembaga perikanan di Indonesia menjadi pemicu.
Penggunaan sidat lokal pun berkembang. Ada 2 jenis sidat lokal yang dibudidayakan oleh
lembaga riset pemerintah: Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata. Keuntungan
menggunakan sidat lokal tidak butuh adaptasi lama sehingga lebih produktif.

Idealnya budidaya sidat terintegrasi mulai dari pembenihan (ukuran glass eel bobot 0,3
g/ekor) hingga pembesaran. Untuk itu butuh biaya besar. Modal terbesar terutama pada
tahap pembenihan karena membutuhkan sistem resirkulasi yang baik. Sampai saat ini
bibit sidat diperoleh dari tangkapan alam dari Cilacap, Jawa Tengah, dan beberapa daerah
pesisir di Jawa Timur. Itu pun belum ada teknologi yang cukup aplikatif untuk diterapkan
peternak pada skala kecil.

Investor dan peternak dapat melirik teknologi hapa seperti dilakukan Budi. Pembesaran
memakai hapa membuat produktivitas sidat meningkat. Apalagi teknologi itu bisa
diaplikasikan pada lahan sempit sampai besar, mulai kolam tembok, kolam tanah, atau
langsung di karamba jaring apung (KJA). Namun bila KJA dipilih, mesti bersaing dengan
budidaya ikan konsumsi populer lain seperti mas dan nila yang banyak dipelihara di
waduk Cirata dan Jatiluhur, Jawa Barat.

Pemakaian hapa
Kolam bak atau tanah menjadi alternatif terbaik karena sebarannya lebih luas. Selain itu
tidak ada perbedaan produksi mencolok antara pembesaran di kolam dan KJA. Pada
kolam tanah atau tembok, hapa dibuat dari waring berukuran 2 m x 1 m. Di KJA ukuran
hapa bisa lebih besar, 3 m x 3 m. Untuk ukuran lahan 6 m x 6 m dapat dipasang 3 - 4
hapa. Yang terpenting padat tebar diatur 3 kg/m3.

Baik di kolam tanah atau KJA ketinggian air diatur 1 m. Air tidak boleh menutupi seluruh
hapa. Sisakan bagian atas yang bebas air 20 - 25 cm. Itu untuk mencegah sidat loncat
keluar dari kolam. Di dalam hapa ditaruh keranjang plastik. Posisi keranjang tenggelam
sedalam 10 - 15 cm. Itu untuk menaruh pakan.

Bibit menjadi faktor penting pembesaran sidat. Bila bibit yang dipakai berasal dari
tangkapan alam, perlu diadaptasi minimal selama seminggu di bak kontrol. Tujuan utama
untuk menyesuaikan terhadap pakan buatan. Setelah itu sidat dipindah ke dalam hapa.
Selama berada dalam hapa sidat diberi pakan berupa pelet slow sinking alias tenggelam
secara perlahan.

Ada 2 jenis ukuran pelet yang dipakai: 3 mm dan 5 mm. Pelet ukuran 3 mm berbentuk
butiran diberikan selama 2 - 3 bulan pertama. Selanjutnya sampai masa panen diberi pelet
ukuran 5 mm. Masing-masing pemberiannya 2 kali sehari - pagi dan sore. Dosisnya 3%
dari bobot tubuh per hari. Yang terpenting pelet itu mengandung 45 - 47% protein. Rasio
konversi pakan sidat memang tinggi sekitar 1:2 - 3 dengan laju pertumbuhan sekitar 1 -
1,1%.

Pemberian pakan tak boleh terlambat karena memicu kanibalisme. Sidat yang terluka
akibat diserang sesamanya mudah terinfeksi cendawan dan berujung kematian.
Kanibalisme juga timbul saat ukuran sidat tidak seragam. Sidat besar berpotensi
menyerang yang kecil. Karena itu perlu dilakukan sortasi setiap 1 - 2 bulan dengan cara
memakai ember berlubang sesuai ukuran yang ingin dipilah.

Oksigen terlarut
Membesarkan sidat di hapa juga perlu memperhatikan ketersediaan oksigen terlarut.
Kadar oksigen terlarut terkait erat dengan nafsu makan. Bila kadar oksigen terlarut
rendah, sidat malas makan dan pertumbuhan lambat. Pada kolam tanah pastikan air yang
masuk tidak mengandung partikel-partikel lumpur.
Sejatinya sidat berkembang baik pada kondisi air dengan oksigen terlarut 3 - 4 mg/l.
Produktivitas bakal melesat saat kandungan oksigen terlarut di atas 5 mg/l. Kadar oksigen
dapat ditingkatkan dengan memberi aerasi memakai hi-blow atau kincir.
Dasar kolam yang tidak tertutup hapa dapat dimanfaatkan dengan menebar ikan lain
berukuran kecil dengan sifat tidak mengaduk-aduk tanah. Nila salah satu pilihan pas
untuk dipolikultur bersama sidat. Orechromis niloticus juga membersihkan lumut yang
menempel di hapa. Dengan kombinasi pakan, sortasi, dan oksigen terlarut cukup, niscaya
tingkat kelulusan hidup sidat selama pembesaran bakal mencapai 0 - 90%. Angka itu
berlaku untuk kolam tanah dan KJA. Sejauh ini hapa menjadi alternatif untuk
pembesaran sidat. (Ade Sunarma, MSi, perekayasa di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar Sukabumi)

SUMBER: http://trubus-online.co.id/index.php/tulisan-lain/103-ikan-konsumsi/2878-sidat-besar-di-hapa.html