Budidaya sidat kini menjadi salah satu usaha menjanjikan dan beromzet tinggi. Komoditas sidat masih terbatas dikarenakan belum ada teknologi untuk pemijahan, sehingga harga di pasaran terbilang cukup tinggi.
Permintaan sidat atau kerap disebut unagi di pasar internasional mencapai 300.000 ton per tahun. Dari total kebutuhan tersebut, permintaan Jepang terhadap jenis unagi kabayaki 150.000 ton per tahun.
Selain itu, peminat ikan berlendir ini berasal dari Hongkong, Korea Selatan, China, dan Taiwan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Subiakto, dalam siaran pers, Minggu (22/4/2012), mengemukakan, permintaan di dalam negeri juga sangat besar dan belum bisa terpenuhi.
Di Jakarta, permintaan sidat sudah mencapai 3 ton per bulan, seiring bertumbuhnya restoran Jepang. Harga sidat saat ini mencapai Rp 300.000 hingga Rp 600.000 per kg.
Masyarakat akan didorong agar mau membudidayakan sidat ini yang memiliki nilai tinggi. "Indonesia merupakan negara penghasil sidat terbesar di dunia, karena hampir setiap muara di perairan indonesia terdapat sidat," kata Slamet dalam acara kunjungan kerja ke PT Jawa Suisan Indah di Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat.
Meski demikian, budidaya sidat masih terkendala pakan. Pemilik PT Jawa Suisan Indah, Ishitani, mengemukakan, pakan untuk sidat masih menjadi kendala dan belum ada yang sesuai di Indonesia.
Pihaknya menyiasati dengan memakai pakan udang untuk pakan sidat. Kendala budidaya juga membuat pabrik pengolahan sidat miliknya masih kekurangan bahan baku. "Kapasitas pabrik sekitar 2000 ton, tetapi produksi pabrik ini belum optimal, baru mencapai 300 ton/tahun," jelasnya.
Sidat dikenal memiliki nilai gizi tinggi. Hati ikan sidat memiliki 15.000 IU/100 gram kandungan vitamin A. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram.
Selain Indonesia, pengekspor sidat lain adalah Eropa, China, Amerika.
Permintaan sidat atau kerap disebut unagi di pasar internasional mencapai 300.000 ton per tahun. Dari total kebutuhan tersebut, permintaan Jepang terhadap jenis unagi kabayaki 150.000 ton per tahun.
Selain itu, peminat ikan berlendir ini berasal dari Hongkong, Korea Selatan, China, dan Taiwan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Subiakto, dalam siaran pers, Minggu (22/4/2012), mengemukakan, permintaan di dalam negeri juga sangat besar dan belum bisa terpenuhi.
Di Jakarta, permintaan sidat sudah mencapai 3 ton per bulan, seiring bertumbuhnya restoran Jepang. Harga sidat saat ini mencapai Rp 300.000 hingga Rp 600.000 per kg.
Masyarakat akan didorong agar mau membudidayakan sidat ini yang memiliki nilai tinggi. "Indonesia merupakan negara penghasil sidat terbesar di dunia, karena hampir setiap muara di perairan indonesia terdapat sidat," kata Slamet dalam acara kunjungan kerja ke PT Jawa Suisan Indah di Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat.
Meski demikian, budidaya sidat masih terkendala pakan. Pemilik PT Jawa Suisan Indah, Ishitani, mengemukakan, pakan untuk sidat masih menjadi kendala dan belum ada yang sesuai di Indonesia.
Pihaknya menyiasati dengan memakai pakan udang untuk pakan sidat. Kendala budidaya juga membuat pabrik pengolahan sidat miliknya masih kekurangan bahan baku. "Kapasitas pabrik sekitar 2000 ton, tetapi produksi pabrik ini belum optimal, baru mencapai 300 ton/tahun," jelasnya.
Sidat dikenal memiliki nilai gizi tinggi. Hati ikan sidat memiliki 15.000 IU/100 gram kandungan vitamin A. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram.
Selain Indonesia, pengekspor sidat lain adalah Eropa, China, Amerika.