Pages

Friday, November 2, 2012

Orangtua, Kunci Solusi Kejahatan "Online" pada Anak


Sebagai salah satu negara pengguna jejaring sosial terbesar di Asia Tenggara, Indonesia semakin sukar untuk lepas dari ketergantungan berkehidupan sosial melalui dunia maya. Fenomena internet ini pun mengancam keselamatan masyarakat, terutama anak-anak di bawah umur yang masih rentan.

Fenomena ini berpengaruh pada maraknya tindak kejahatan seksual secara online. Menanggapi fenomena ini, psikolog anak, Andri, melihat perlunya pembenahan dan penyesuaian masyarakat terhadap dampak media online. Menurut Andri, orangtualah yang berperan utama dalam mengantisipasi masalah sosial ini.

"Di China, akses internet itu dibatasi, kita enggak boleh akses Facebook karena khawatir ada penjualan manusia. Tapi warga kita sudah tidak bisa dibendung lagi, orangtua juga kadang pasrah atau sebagiannya sengaja memberi kebebasan anaknya untuk memiliki akun di Facebook, padahal orangtua tahu pada batasan umur berapa anak boleh memiliki akun tersebut," ujar pengajar di Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta.

Orangtua, lanjutnya, seringkali menjadi faktor utama penyebab perilaku anak di dunia maya tidak terbendung. Bukan hanya karena gagap teknologi sehingga membiarkan anak mengakses situs jejaring sosial sedemikian mudah dan sering, tetapi juga karena gengsi. Banyak orangtua yang gengsi jika anaknya yang belum cukup umur tidak mengakses dunia pertemanan yang sangat luas itu.

"Kesalahan orangtua adalah memberi kebebasan tapi tidak ikut di dalamnya. Anak-anak jadi gaul boleh saja, tapi kita sebagai orangtua harus cerdas menuntun dan masuk dalam dunia mereka," tambah Andri lagi.

Menjadi bagian dalam akun Facebook anak sangat dianjurkan oleh Andri. Pasalnya, kontrol seperti itu justru akan memudahkan orangtua untuk ikut memantau pertemanan anaknya.

"Untuk anak di bawah umur, harus ada kesepahaman antara anak dan orangtua, bahwa akun yang dibuka itu harusnya dibagi. Posisi ini, membuat orangtua bukan hanya ikut jadi teman atau follower anak, tetapi memang akunnya dimiliki bersama agar terpantau. Lagi pula, aturan mainnya memang anak di bawah umur belum boleh mengakses media tersebut," jelasnya.

Mengamati akses internet anak juga sebaiknya orangtua menempatkan posisi yang dekat dengan anak. Ketersediaan komputer berinternet misalnya tidak lagi berada di kamar anak, tapi di ruang keluarga atau ruang komputer bersama.

"Akan lebih bijak lagi kalau ada disiplin waktu atau pembatasan jam mengakses facebook. Misal, waktu penggunaan Facebook per hari hanya1-2 jam saja, itu pun sudah banyak," katanya lagi.

Mengalihkan anak dan diri sendiri terhadap Facebook juga dapat dilakukan dengan cara lainnya, yaitu rutin berekreasi bersama keluarga.

"Rekreasi itu sudah harus sering dilakukan keluarga di rumah, mereka bisa dialihkan dengan kasih sayang keluarga dari kegiatan tersebut, disana ada mengobrol, berbagi dan interaksi yang banyak," ucapnya.

Andri menilai, perhatian dan pengertian orangtua dapat mencegah aksi kejahatan yang banyak terjadi di dunia online. Untuk itu, ia menyarankan kepada orangtua agar menjadi teman yang tidak menjenuhkan, bisa beradaptasi dengan anak, dan menjadi teman yang nyata.

"Anak-anak itu masih labil, mudah terpengaruh. Karena pada dasarnya manusia punya sifat ingin bersosial dan berteman. Ketergantungan terhadap Facebook itu sangat bisa mengobati anak-anak kita yang galau dan butuh teman dengan cepat, posisi ini yang seharusnya diambil orangtua. ketika bala bantuan yang datang adalah dari facebook. Maka akan bahaya," katanya.

sumber: http://edukasi.kompas.com